Pembahasan mengenai ucapan selamat natal sepertinya selalu hangat diperbincangkan pada setiap bulan Desember. Meskipun sudah banyak tulisan-tulisan mengenai hal tersebut, namun kebiasaan bertanya hukum selamat natal seperti menjadi sebuah budaya di setiap akhir tahun. Secara pribadi, saya sering mengucapkan selamat natal kepada teman-teman Kristiani yang merayakan. Menurut saya, hal tersebut menjadi bentuk toleransi beragama yang perlu ditanamkan sejak dini. Mengucapkan selamat natal kepada teman-teman Kristiani sama saja seperti mereka mengucapkan selamat Idul Fitri kepada kita. Dalam kedua ucapan tersebut ada makna rasa bahagia, merasa dihargai, dan dihormati oleh sesama.
Beberapa ulama berpendapat bahwa Muslim yang mengucapkan selamat natal sama saja dengan mereka menyerupai tradisi umat Kristiani. Maka orang Muslim tersebut dianggap bagian dari umat Kristiani. Dalil yang digunakan dalam pendapat ini adalah hadits riwayat Abu Daud yang berbunyi :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya : barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian kaum tersebut
Secara pribadi saya tidak menyalahkan dan tidak membenarkan. Saya menghargai pendapat masing-masing ulama. Namun, sejauh yang saya ketahui, tidak ada ayat Alquran atau hadits yang secara jelas dan tegas menerangkan tentang keharaman atau kebolehan mengucapkan selamat natal. Oleh karena itu, masalah hukum mengucapkan selamat natal merupakan permasalahan ijtihadi dan cara mencari hukumnya adalah dengan menggunakan ijtihad ulama dan kaidah-kaidah. Jadi tidak perlu diperdebatkan jika banyak perbedaan pendapat ulama mengenai hal ini karena masing-masing ulama berpegang pada dalil yang mereka yakini. Menurut saya, Iman itu na'takidu. Islam itu asyhadu. Tafsir dan ta’wil dua kata tersebut sangat luas. Kita tidak bisa dengan mudah menyebut bahwa orang yang mengucapkan selamat natal meyakini iman orang-orang kristiani. Iman itu urusan hati dan hanya manusia itu sendiri dan Allah Swt yang tahu isi hati.
Disamping ulama yang berpendapat bahwa Muslim yang mengucapkan selamat natal sama saja dengan mereka menyerupai tradisi umat Kristiani, ada juga ulama yang berpendapat boleh mengucapkan selamat natal. Ulama-ulama yang membolehkan diantaranya Syekh Yusuf al Qaradhawi, Syekh Ali Jum’ah, ulama-ulama di Majelis Fatwa Mesir, dan lainnya. Ulama-ulama ini berlandaskan kepada Alquran surat Al Mumfatahanah ayat 8 yang berbunyi :
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ
Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusi kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil
Mengucapkan selamat natal jika diakitkan dengan ayat di atas adalah
contoh berbuat baik kepada non-Muslim yang tidak memerangi umat Islam.
Ulama masa kini yang memperbolehkan mengucapkan selamat natal diantaranya adalah Gus Dur dan KH. Husein Muhammad. Dalam tulisannya yang berjudul Harlah, Natal dan Maulid yang ditulis di Yerussalem, Gus Dur menyebutkan bahwa ketiga kata tersebut memiliki makna yang sama. Perbedaan ketiganya terletak pada untuk siapa kata tersebut digunakan. Harlah (hari lahir) digunakan untuk menunjuk kepada saat kelahiran seseorang atau sebuah institusi. Dengan demikian, harlah memiliki arti biasa yang tidak ada kaitannya dengan agama. Sementara bagi kaum Muslimin, kata Maulid selalu diartikan saat kelahiran Nabi Muhammad Saw dan kata Natal bagi kebanyakan orang, termasuk kaum Muslimin dan terlebih-lebih kaum Kristiani, memiliki arti khusus yaitu hari kelahiran Isa Al-Masih. Karena disandarkan pada agama, maka Maulid dan Natal memiliki arti khusus. Kekhususan ini yang menyebabkan banyak perbedaan pendapat mengenai hukumnya. Bahkan keduanya kerap menjadi kajian kontemporer dalam hukum fikih.
Dalam tulisannya, Gus Dur juga menjelaskan Natal dalam Alquran disebut yaumul wulida atau hari kelahiran dan secara historis oleh para ahli tafsir dijelaskan sebagai kelahiran Nabi Isa As. Dalam Alquran surat Maryam ayat 33 yang berbunyi :
وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ ....
Artinya : Dan kedamaian atas diriku pada hari kelahiranku
Ayat ini jelas merujuk kepada ucapan Nabi Isa As. Jika dalam perjalanannya Nabi Isa As kemudian ‘dijadikan’ anak Tuhan oleh umat Kristiani, itu adalah hal yang lain lagi yang tidak mengurangi kebolehan kita untuk ikut merayakan kelahirannya. Oleh karena itu, umat Islam memiliki kemerdekaan untuk turut menghormati hari kelahiran Nabi Isa As yang sekarang disebut hari Natal atau tidak. Bahkan menurut Gus Dur, jika perlu orang-orang Muslim dan Kristiani merayakannya bersama-sama. Dalam literatur fikih, jika kita duduk bersama-sama dengan orang lain yang sedang melaksanakan peribadatan mereka, seorang Muslim diperkenankan turut serta duduk dengan mereka asalkan ia tidak turut dalam ritual kebaktian.
Sedangkan KH. Husein Muhammad banyak mengutip pendapat-pendapat ulama yang memperbolehkan mengucapkan atau merayakan Natal dalam tulisan-tulisannya. Seperti tulisan tentang hari Natal yang ditulis di akun media sosialnya, KH. Husein menyebutkan bahwa di negara-negara Islam seperti Mesir, Suriah, Lebanon, Irak, Qatar, Kuwait, Turki dan lainnya, umat Islam termasuk ikut merayakan Natal. Salah satu contohnya adalah Natal di Mesir.
"Di Mesir, ketika Natal tiba, seluruh warga memperlihatkan dengan nyata makna kebersamaan dan persaudaraan meskipun dengan keyakinan dan agama yang berbeda. Di Mesir juga ada tradisi dimana pemimpin tertinggi agama Islam dan pemimpin tertinggi agama Kristen saling mengucapkan selamat dan simpati pada hari raya masing-masing seperti selamat Natal dan selamat Idul Fitri. Ini merupakan moment penting bagi perwujudan persaudaraan umat manusia, perdamaian bangsa dan penghormatan atas segala jenis perbedaan." (KH. Husein Muhammad dalam tulisannya di Instagram)
Saya sendiri sering menganalogikan ucapan natal dengan hari libur natal (25 Desember yang merupakan tanggal merah) dan lagu-lagu yang biasa digunakan umat Kristiani (seperti Amazing Grace, Crismast Carol, Holy Night) atau lagu-lagu buatan umat Kristiani. Jika mengucapkan natal dilarang karena dianggap menyamai tradisi umat Kristiani, berarti menyukai hari libur di tanggal 25 Desember atau lagu-lagu barat juga dilarang karena menyamai umat Kristiani? Tentu tidak seperti itu saya rasa.
Sumber bacaan :
https://islami.co/tulisan-gus-dur-harlah-natal-dan-maulid/
https://islam.nu.or.id/post/read/100603/ragam-pendapat-ulama-soal-mengucapkan-selamat-natal
https://instagram.com/husein553

0 Komentar