MASJID DARI MASA KE MASA
A. Masjid Pada Masa Nabi Muhammad Saw.
Masjid berasal dari kata sajada yasjudu sujudan yang artinya membungkuk dengan khidmat. Secara istilah, masjid dapat diartikan secara umum dan khusus. Secara umum, masjid adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud kepada Allah SWT. Rasulullah Saw, bersabda, “Setiap bagian dari bumi Allah adalah tempat sujud (masjid)” (HR Muslim). Pada penjelasan di atas, dalam kewajiban menyembah tuhan, seorang muslim tidak terikat oleh ruang; di rumah, di kantor, di sawah, di hutan, di gunung, di dalam kendaraan, di pinggir jalan, dimanapun juga, adalah masjid bagi muslim. Jika diartikan secara bahasa, bangunan tempat ibadah atau masjid pertama yang dibangun adalah Masjidil Haram lalu kemudian Masjidil Aqsha. Hal ini dikarenakan dua masjid tersebut digunakan untuk tempat beribadah. Sementara secara khusus, masjid adalah tempat atau bangunan yang didirikan untuk menjalankan ibadah, terutama shalat berjamaah.
Dilihat dalam prespektif sejarah setelah datangnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, pendirian masjid juga disebabkan karena beberapa hal. Kembali ke abad 7 M, dimana Nabi Muhammad Saw mendirikan masjid untuk pertama kalinya di sebuah desa bernama Quba, yang terletak di sebelah barat laut Yastrib (sekarang disebut Medina atau Madinah). Nabi yang tiba di Quba beberapa hari setelah sahabat dan pengikutnya tiba, kemudian memerintahkan sahabat dan pengikutnya untuk membantunya membangun sebuah masjid di desa tersebut yang kemudian dikenal dengan nama Masjid Quba. Selain karena kebutuhan tempat untuk sholat, pendirian Masjid Quba juga dikarenakan kebutuhan Nabi Muhammad Saw beserta sahabat dan para pengikutnya untuk melakukan sholat dengan khusyu dan terlindung dari terik matahari yang menyengat. Hal ini dikarenakan Quba adalah sebuah desa yang terletak di padang pasir.
Bangunan pertama Masjid Quba sendiri sangat sederhana. Material yang digunakan adalah bahan-bahan yang ada di sekitar tempat itu. Masjid Quba berbentuk segi empat yang dibatasi oleh dinding. Atapnya terbuat dari pelepah kurma dan tiangnya menggunakan dahan pohon kurma. Di dalam masjid terdapat serambi yang langsung menyambung dengan lapangan di dalam. Untuk pintu masuk, masjid ini menggunakan batu-batu besar dan batu-batu kecil yang disusun dan direkatkan dengan tanah liat.
Pola masjid pertama ini adalah masjid lapangan. Dalam perjalanan sejarahnya, pola ini menjadi pola dasar bagi pembangunan masjid-masjid di kemudian hari. Pola masjid lapangan adalah sebuah pola bangunan masjid yang unsur utamanya adalah lapangan di bagian tengah yang dikelilingi tembok sebagai pembatas. Ini salah satu bentuk kebiasaan orang Arab yang selalu menampilkan bentuk lapangan terbuka diantara dinding-dinding pembatas Ketika membuat bangunan. Fungsi lapangan tersebut biasanya sebagai fasilitas untuk pertemuan dan kehidupan lainnya.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa bisa saja Nabi Muhammad Saw sholat tanpa masjid. Namun jika dilihat dari sisi sosial politik, pendirian Masjid Quba tersebut juga merupakan salah satu bentuk legitimasi kekuasaan Islam atas daerah Quba. Ketika pengikut Nabi Muhammad Saw hijrah ke Habasyah, Nabi Muhammad Saw tidak menyuruh pengikutnya untuk mendirikan masjid. Hal ini dikarenakan tujuan utama hijrah ke Habasyah adalah berlindung dari orang-orang Quraisy yang tidak suka Islam berkembang. Berbeda dengan Quba, dimana tujuan Nabi Muhammad Saw beserta sahabat dan para pengikutnya hijrah ke Quba (dan selanjutnya Yastrib atau Madinah) adalah untuk menyebarkan agama. Berdirinya Masjid Quba juga menjadi bukti bahwa tidak ada penolakan yang dilakukan oleh masyarakat Quba terhadap Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw.
Masjid kedua yang didirikan adalah Masjid Nabawi. Secara arsitektur, masjid ini memiliki pola yang sama dengan Masjid Quba, namun lebih unggul karena memiliki ukuran yang lebih besar. Sebelum mengalami perluasan, Masjid Nabawi berukuran 45 m² dan memiliki dua pintu masuk untuk umum yang terletak disisi selatan dan disisi barat. Dinding masjid tersusun dari batu bata atau balok-balok tanah liat yang dikeringkan dengan sinar matahari. Tiang masjid dibuat dari batang kurma. Lantai masjid terbuat dari batu. Atapnya terbuat dari pelepah dan daun kurma berbentuk bangsal yang ditambal dengan tanah liat. Kondisi atapnya tidak terlalu padat karena apabila hujan lantai masjid akan menjadi basah karena tetesan air dari atas. Di sepanjang sisi barat terdapat serambi dan tempat tinggal beberapa sahabat Nabi.
Di sisi timur (berurutan dari sisi dari utara ke selatan) terdapat empat buah kamar petak yang terbuat dari pelepah dan daun kurma yang ditambal dengan tanah liat. Di sisi selatan terletak serambi yang dindingnya agak menonjol dan agak sedikit agak ditinggikan dari lantai yang biasanya digunakan Nabi Muhammad Saw sebagai tempat menyampaikan wahyu pada umatnya. Disampingnya ada serambi tempat duduk Nabi Muhammad Saw yang juga ditinggikan dari lantai.
Pada tahun 2 H, turun perintah untuk mengarah ke Ka’bah sebagai kiblat sholat. Pintu di sisi selatan ditutup dan dipindahkan ke sisi utara.. Dalam perkembangan pembangunan masjid selanjutnya, pola serambi di sisi selatan berubah bentuk menjadi semacam relung atau ceruk yang senantiasa menunjukan arah kiblat dan menjadi tempat imam (ruangan ini kemudian disebut mihrab). Kemungkinan, pembuatan mihrab ini juga bertujuan sebagai penanda dan pengingat bahwa arah kiblat sudah berganti. Selain itu, pola tempat duduk nabi dalam perkembangan berikutnya dikenal dengan sebutan mimbar.
Masjid Nabawi yang terletak di Yastrib menjadi pusat pemerintahan Islam yang sangat penting. Hal ini dikarenakan selain menjadi tempat sholat, Masjid Nabawi juga menjadi identitas adanya sebuah legitimasi kekuasaan Islam di wilayah tersebut. Masjid menjadi pusat pemerintahan. Di Masjid Nabawi lah Nabi Muhammad Saw dan para sahabat mendiskusikan isu-isu penting terkait sosial, ekonomi, politik, dan tentunya agama. Di masjid pula Nabi Muhammad Saw mengatur strategi untuk menyebarkan Islam ke berbagai penjuru dunia. Selain itu, masjid juga berfungsi sebagai tempat pendidikan baik bagi laki-laki atau perempuan (Nabi Muhammad Saw memberikan hak kepada Majelis Ta’lim khusus perempuan yang dibuatnya untuk mengakses masjid pada malam hari untuk kegiatan pendidikan dan lainnya). Fungsi masjid juga terasa sangat multifungsional karena bisa menjadi rumah bagi sahabat Nabi Muhammad Saw yang belum punya tempat tinggal.
B. Pengerucutan Fungsi Masjid
Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa pada awal pendiriannya masjid sangat bersifat multifungsional. Masjid menjadi tempat untuk tempat ibadah tentunya, tempat menuntut ilmu, tempat memberi fatwa, tempat menyambut tamu, tempat mengadili perkara, tempat mendiskusikan masalah pemerintahan, tempat latihan perang, tempat layanan social, tempat melangsungkan pernikahan, tempat layanan medis dan lain-lain.
Seiring berkembangnya zaman dan pemikiran manusia, fungsi masjid mulai mengalami pengerucutan, diantaranya :
1. Sosial dan Pendidikan
Awalnya masjid menjadi pusat pendidikan agama Islam. Dalam lingkungan masjid bahkan dibangun ruang perpustakaan untuk sarana pembelajaran. Namun, pada abad 11 M, Perdana Menteri Kesultanan Seljuk bernama Nizam Al Mulk mendirikan madrasah untuk pertama kalinya. Pada masa Dinasti Seljuk, mulai dikenal adanya bangunan masjid madrasah, masjid kuburan, atau mosolium (makam yang merupakan tugu bangunan kuburan yang ditata dengan baik seperti halnya membuat bangunan. Dalam ukuran tertentu bentuknya seperti istana). Dari sini, mulai mucul berbagai madrasah dalam perkembangan sejarah Islam. Hal ini kemudian secara berangsur-angsur menghilangkan fungsi masjid sebagai tempat pendidikan Islam.
2. Pusat Pemerintahan dan Militer
Fungsi masjid sebagai pusat pemerintahan terlihat memudar pada masa Dinasti Umayyah. Hal ini dikarenakan muncul dan merebaknya budaya istana sebagai pusat politik dan militer. Pada masa pemerintahan Muawiyyah bin Abu Sufyan, dibangun istana-istana mewah dan luas. Maksud dari pusat pemerintahan ini adalah politik ini adalah tempat menerima tamu, tempat mendiskusikan masalah ppemerintahan, tempat memberi fatwa, tempat mengadili perkara, dan lain-lain.
3. Tempat Layanan Medis
Dinasri Umayyah memang bisa disebut sangat mempengaruhi adanya pengerucutan fungsi masjid. Pada abad 8 M, atas ide ilmuwan muslim bernama Ar Razi, Khalifah Al Walid mendirikan rumah sakit pertama dalam sejarah Islam. Sejak saat itu sampai perkembangan selanjutnya, fungsi masjid sebagai tempat layanan medis kemudian dialihkan ke rumah sakit. Saat ini, bahkan fungsi masjid tersebut sudah tidak terlihat lagi.
Lalu bagaimana dengan fungsi masjid sebagai tempat tinggal? Kemungkinan fungsi ini masih relevan meskipun pada masa Dinasti Umayyah meskipun tidak sama persisi degan masa Nabi Muhammad Saw. Pemerintah Dinasti Umayyah mungkin saja memperbolehkan orang-orang yang tidak memiliki rumah untuk tinggal di masjid karena pada masa Dinasti Umayyah masjid-masjid dibangun dengan sangat mewah dan tentunya memiliki banyak ruangan. Pola ruangan kamar tersebut mungkin hamper sama seperti pada masa Nabi Muhammad Saw namun dibuat lebih besar.
Pengerucutan fungsi masjid ini bisa dipandang positif dan negatif. Jika kita lihat dari sudut pandang positif, dengan berkurangnya fungsi masjid memberikan umat muslim tempat yang lebih leluasa untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt secara lebih khusyu karena fungsi masjid fokus pada hal-hal yang berhubungan dengan ibadah saja. Namun, jika dilihat dari sisi negatifnya, berkurangnya fungsi masjid memberikan kesan bahwa masjid hanya tempat ibadah saja. Jika pergi ke masjid ya harus untuk ibadah. Masjid tidak lagi punya kedekatan secara emosional dengan masyarakat karena fungsi sosial lebih banyak dilakukan di bangunan luar masjid (spt madrasah, istana, dan lain-lain).
Saat ini, fungsi masjid terlihat dikembalikan ke pengelola masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari ada masjid yang hanya dibuka untuk ibadah saja, ada masjid yang juga mengadakan pengajian atau kajian rutin, ada masjid yang bahkan melakukan pengelolaan zakat dan lain-lain. Masjid juga bisa menjadi tempat istirahat untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan jauh untuk beristirahat. Hal ini mungkin dikarenakan adanya kesadaran bahwa masjid sebagai tempat ibadah harus juga dekat dengan masyarakat muslim khususnya.
C. Perkembangan Arsitektur Masjid
Perkembangan arsitektur masjid dimulai setelah Nabi Muhammad Saw wafat dan pemimpin Islam dipegang oleh sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw (disebut khalifah). Langkah pertama merupakan pemugaran dan penyempurnaan masjid yang sudah ada. Selanjutnya, pada abad 7 – 8 M, ketika Islam sudah mulai disebarkan ke penjuru Timur Tengah, masjid lebih berkembang lagi. Adanya penyebaran Islam ke berbagai wilayah ini kemudian menghasilkan sebuah budaya baru dalam perkembangan arsitektur masjid.
Pertama, pengaruh kehidupan asli yang dibawa oleh bangsa Arab yakni unsur manusiawi yang penuh viyalitas dan kaya akan cita-cita serta idealism yang terpatri oleh ajaran agama Islam sehingga menjadi kesatuan sifat yang kokoh. Membawa angin baru ajaran tauhid untuk ditanamkan sebagai benih yang berakar kuat yang menjadi pokok perkembangan Islam. Dalam bidang arsitektur, karakter ini kemudian diwakilkan oleh arsitektur pola lapangan yang menjadi pola dasar bangunan masjid. Kedua, unsur peradaban lama daerah asli. Jika di Indonesia, unsur ini dapat dilihat dari adanya budaya punden berundak pada atap masjid sebagai representasi dari budaya Hindu Budha yang kemudian diasimilasikan dengan nilai-nilai Islam. Diantara keduanya kemudian terjadi asimilasi dan menghasilkan sebuah budaya bangunan yang mendapat kecerdasan serta kekuatan watak dari Arab dan adat kebiasaan setempat yang merupakan kebudayaan yang cukup mapan. Dua unsur ini kemudian diwujudkan arsitektur masjid yang dapat kita lihat di berbagai belahan dunia.
Selain dua budaya tersebut, arsitektur masjid juga mulai dilengkap dengan minaret atau menara. Menara masjid baru dibangun pada masa pemerintahan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan dari Dinasti Umayyah. Peristiwa itu terjadi pada abad ke-7 M di Kota Basrah. Muawiyah mendukung pembangunan menara masjid untuk ‘menyaingi’ menara-menara lonceng di gereja. Dinasti Seljuk juga berperan dalam mengembangkan arsitektur masjid. Dinasti Seljuk mengembangkan budaya lengkung ‘iwan dalam arsitekturnya. Budaya lengkung ‘iwan ini kemudian menyebar luas ke berbagai wilayah Islam.
Pada perkembangan selanjutnya yaitu pada abad 11 M, gerakan penyebaran Islam dilanjutkan oleh orang-orang Turki hingga ke Asia Kecil. Pada masa ini, ada pula penambahan budaya arsitektur baru pada bangunan masjid. Masjid asli Arab yang semula atapnya rata, mulai menuju kearah meruncing ke atas, yang juga mungkin sebagai akulturasi dari bentuk-bentuk gereja. Hal ini juga merupakan budaya orang-orang Turki yang menggunakan atap runcing ke atas (bentuk kubah). Pengembangan pemakaian lengkung ‘iwan Dinasti Seljuklah yang membawa perkembangan ke arah terbentuknya kubah-kubah runcing yang lonjong ke atas. Adanya lengkung ‘iwan kemudian memunculkan masalah kontruksi. Pola dasar segi empat kurang memungkinkan untuk menjadi dasar pembentukan kubah. Oleh karena itu titik-titik sebagai tempat untuk menyangga kubah harus diperbanyak. Akhirnya terbentuklah dasar kubah segi delapan diatas dasar bangunan masjid segi empat. Pada abad 11 M juga, muncul gaya arsitektur moor salah satunya lengkungan tapal kuda yang dikembangkan oleh Dinasti Almorawiyah dan dilanjutkan oleh Dinasti Almohad di Spanyol.
Seiring dengan menyebarnya Islam ke seluruh penjuru Asia, Afrika, Eropa, dan benua lainnya, arsitektur masjid terlihat semakin berkembang. Bahkan saat ini, dapat dilihat bangunan-bangunan masjid dengan berbagai macam bentuk dan rupanya. Meskipun begitu, bangunan-bangunan masjid tersebut biasanya tetap berdasarkan pada pola dasar yaitu pola lapangan.
URGENSI DAN FUNGSI MASJID
Dalam bagian pertama mengenai masjid dari masa ke masa, sedikitnya telah dijelaskan mengenai fungsi masjid. Untuk melengkapi penjelasan sebelumnya, dalam bagian kedua ini akan menjelaskan urgensi (peranan) dan fungsi masjid diantaranya sebagai berikut :
a. Benteng Pertahanan
Dalam keadaan darurat setelah sampai di Madinah, Nabi Muhammad Saw tidak mendirikan benteng yang tinggi menjulang untuk menahan kemungkinan adanya serangan orang Quraisy. Nabi Muhammad justru membangun masjid. Disinilah masjid berperan menjadi benteng pertahanan orang-orang muslim.
b. Pemersatu Umat
Meskipun bukan satu-satunya, namun keberadaan masjid menjadi salah satu tempat yang menghubungkan antara kaum Muhajirin dan Anshar dengan satu landasan keimanan kepada Allah Swt.
c. Masjid Sebagai Sumber Aktifitas
Seiring berkembangnya zaman, masjid menjadi wadah bagi banyaknya kegiatan umat muslim seperti majelis ta’lim dan lainnya. Masjid merupakan integritas dan identitas umat Islam yang menjadi salah satu cerminan tata nilai keislaman, dengan demikian, peranan masjid tidak hanya menitikberatkan pada pola aktivitas yang bersifat akhirat, namun juga memadukan antara aktivifas ukhrawi dan duniawi.
Fungsi masjid yang paling utama adalah tempat sujud kepada Allah Swt, tempat shalat, dan tempat beribadah kepada-Nya. Namun, selain itu masjid juga memiliki fungsi lain yaitu :
1. Tempat orang-orang muslim beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
2. Tempat orang-orang muslim beri’tikaf, menggembleng batin guna membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman keagamaan, sehingga selalu memiliki keseimbangan jiwa dan keutuhan kepribadian.
3. Tempat orang-orang muslim bermusyawarah guna memecahkan persoalan yang timbul dalam masyarakat.
4. Tempat orang-orang muslim berkontribusi, mengajukan kesulitan dan meminta bantuan.
5. Tempat membina keutuhan dan budaya gotong royong dalam mewujudkan kesejahteraan.
6. Masjid dan majelis ta’limnya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan.
7. Tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader pemimpin umat.
8. Tempat untuk mengumpulkan, menyimpan dan mengumpulkan dana. Baik dana hibah atau lainnya.
9. Tempat melaksanakan pengaturan dan supervise social.
Jika dikelompokan, dari rincian fungsi diatas masjid memiliki enam peran penting yaitu :
a) Sarana pembinaan Islam untuk masyarakat.
b) Sarana pembinaan iman (hubungan antara individu dengan Allah Swt)
c) Sarana pengokoh umat Islam.
d) Sarana pembinaan umat.
e) Sarana perjuangan.
f) Sarana tarbiyah atau pendidikan.
REGULASI KEMASJIDAN DI INDONESIA
Dalam catatan The Pew Forum on Religion and Public Life pada tahun 2010, Indonesia merupakan negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Presentasi muslim di Indonesia sedikitnya 205 juta atau 88,1 persen dari penduduk. Dalam taraf dunia, presentasi muslim Indonesia mencapai 12,7 persen dari populasi dunia.[1] Kenyataan ini membuat pemerintah menyadari perlu adanya system yang mengatur untuk mengembangkan potensi umat Islam supaya bisa bermanfaat untuk sesama.
Masjid merupakan pusat peribadatan umat Islam, namun selain itu masjid juga menjadi tonggak pertama penyebaran Islam. Seperti yang dibahas sebelumnya, fungsi masjid sangat multifungsional. Dari fungsi sosial hingga politik dan hukum. Menyadari ini, pemerintah Indonesia kemudian memberikan regulasi (cara mengatur, aturan, peraturan[2]) tentang kemasjidan di Indonesia agar supaya masjid memiliki system yang lebih baik yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umat.
Beberapa regulasi tentang kemasjidan di Indonesai adalah sebagai berikut :
1. Intruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No D/INS/62/1975 tentang Pengelolaan Kemakmuran Masjid. Intruksi ini dibuat berdasarkan banyaknya jumlah masjid dan mushala di Indonesia. Di dalamnya berisi tentang Pengelolaan Kemakmuran Masjid. Intruksi ini diberikan kepada seluruh Kepala Bidang Penerangan Agama Kepala Bidang Pendidikan Agama Islam, Kepala Bidang Urursan Agama Islam Provinsi/Kabupaten/Kotamadya, termasuk Kantor Urusan Agama dan Penyuluh Agama Kecamatan seluruh Indonesia untuk menggerakkan, menggairahkan, meningkatkan dan membimbing pengelolaan memakmurkan masjid di wilayah yuridiksinya masing-masing. Kegiatan tersebut dilakukan dengan kerjasama Pemerintah Daerah dengan para ulama/mubaligh dan tokoh masyarakat. Dalam intruksi ini dijelaskan mengenai masjid ideal yang harus memiliki syarat-syarat berikut :
a. Bangunan. Terdiri dari bangunan induk permanen (ruang shalat berjamaah, ruang belajar, perpustakaan, tempat wudhu dan WC, tempat sepatu dan sandal, menara, dan gudang) dan bangunan diluar bangunan induk (seperti bangunan untuk marbot, poliklinik, TK, madrasah, dll).
b. Alat-alat lengkap. Terdiri dari tikar yang cukup, lampu, pengeras suara, tape recorder, jam, lemari, mimbar praktis, sarung/mukena bila perlu).
Selain syarat masjid ideal, dalam intruksi ini juga dijelaskan mengenai masjid sebagai tempat ibadah, pendidikan, dan kegiatan social. Selain itu juga dijelaskan mengenai pengurus harian masjid.[3]
2. Intruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No Kep/D/101/75 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla. Intruksi ini didasarkan karena mulai maraknya penggunaan pengeras suara di masjid/langar/mushala untuk adzan, iqomah, membaca Alquran, membaca do’a, peringatah hari besar Islam dan lain-lain.[4]
3. Keputusan Meneteri Agama Republik Indonesia Nomor 394 Tahun 2004 tentang Penetapan Status Masjid Wilayah. Dalam Surat Keputusan ini didtetapkan bahwa :
a. Pembagian masjid wilayah terdiri dari
1) Masjid pada tingkat pusat disebut masjid negara.
2) Masjid pada tingkat provinsi disebut masjid raya.
3) Masjid pada tingkat kabupaten/kota disebut masjid agung.
4) Masjid pada tingkat kecamatan disebut masjid besar.
5) Masjid pada tingkat desa/kelurahan disebut masjid jami.
b. Penyelenggaraan kegiatan masjid yang menyangkut idarah, imarah, dan riayah di bawah pembinaan pemerintah setempat.
c. Pembiayaan semua tingkat bersumber dari bantuan pemerintah dan masyarakat.
d. Penetapan Masjid Nasional oleh Menteri Agama atas pertimbangan dan usul Direktur Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid, Masjid Raya oleh Gubernur atas pertimbangan Kepala Kanwil Depag, dan seterusnya berjenjang ke bawah.[5]
4. Pada tahun 2006, Kementrian Agama Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Agama No. 54 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Kesejahteraan Masjid. Peraturan ini merupakan pengganti Keputusan Menteri Agama No. 505 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Kesejahteraan Masjid. Isi dari Peraturan Menteri Agama No. 54 Tahun 2006 secara umum berisi tentang Badan Kesejahteraan Masjid yang terbagi menjadi 9 pasa yang berisi tentang ketentuan umum, nama, fungsi, tempat kedudukan Badan Kesejahteraan Masjid, asas, tujuan, susunan organisasi dan tata kerja pengurus Badan Kesejahteraan Masjid di tingkat pusat hingga tingkat desa, masa jabatan pengurus, pendapatan dan pembiayaan, kekayaan Badan Kesejahteraan Masjid, dan tugas bendahara.[6]
5. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. DJ.II/802 Tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid. Dalam keputusan ini dilampirkan mengenai pengertian umum Standar Pembinaan Manajemen Masjid, tujuan dan ruang lingkup, tipologi masjid, pembinaan idarah, pembinaan imarah, dan pembinaan ri’ayah.[7]
6. Intruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. DJ.II/461 Tahun 2014 tentang Penerapan Sistem Informasi Masjid Pada Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi dan Kabupaten/Kota. Intruksi ini ditunjukan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi seluruh Indonesia u.p Kepala Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Islam, dan Kepala Bidang Haji dan Bimbingan Masyarakat Islam. Isi intruksi ini adalah :
a. Membentuk tim pengelola data Sistem Informasi Masjid (SIMAS) yang terdiri dari operator tingkat Kmenterian Agama Provinsi dan Kabupaten/Kota.
b. Tim Pengelola Data SIMAS melaksanakan tugas entri dan verifikasi data masjid/mushala pada SIMAS.
c. Melaporkan pelaksanaan intruksi ini kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam di Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah.
d. Segala pembiayaan sebagai akibat dari pelaksanaan intruksi ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kanwil Kementerian Agama Provinsi dan Kabupaten/Kota.[8]
7. Dan lain-lain
Lampiran PMA No. 42 Tahun 2016 tentang Ortaker Kemenag Pusat
MASJID PEMERSATU UMAT
Berbicara mengenai masjid pemersatu umat berarti membicarakan peran masjid. Dalam penjelasan historis, peran adalah karakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu. Dalam ilmu sosial, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang atau sesuatu sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran tidak hanya dilakukan oleh aktor manusia namun juga institusi, dalam hal ini masjid.[9]
Dalam social, masjid berperan setidaknya dalam dua kategori. Pertama, peran masjid sebagai bangunan. Contoh dari peran ini dapat dilihat saat tsunami Aceh. Masjid berperan sebagai tempat berlindung masyarakat Aceh yang selamat disaat bangunan sekitarnya tidak ada yang kokoh. Kedua, peran pengurus masjid dan institusinya dalam memberdayakan masyarakat. Contohnya adalah yang akan kita bahas sekarang yaitu masjid sebagai pemersatu umat.
Dari seluruh negara yang memiliki penduduk muslim, hanya Indonesia dan Pakistan yang masjidnya dikelola dan diberdayakan oleh masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa motivasi masyarakat untuk bergotong royong selalu tinggi. Oleh karena itu, kegiatan masjid adalah suatu upaya masyarakat untuk membawa kebaikan. Harapannya adalah bahwa masjid selalu memberikan rasa damai kepada masyarakatnya, meski memang dewasa ini dengan adanya fikiran-fikiran yang kadang berbeda. Namun, diharapkan masjid akan mempersatukan hal tersebut.[10]
Masjid merupakan instrumen pemberdayaan umat yang memiliki peran sangat strategis dalam upaya peningkatan kualitas dan bisa mempersatukan masyarakat. Untuk itu, sudah selayaknya jika setiap unsur masyarakat baik pemuda, tokoh dan lainnya harus terpanggil untuk memanfaatkan masjid guna urun rembug dalam memberdayakan masyarakat sekitarnya, agar kualitas keimanan, keislaman dan keihsanannya bisa lebih ditingkatkan. Hal ini selaras dengan tujuan pembangunan di Indonesia yaitu mensinergikan ke arah kesejehateraan jasmani dan rohani.[11]
Salah satu bentuk kegiatan masjid yang diharap mampu mengkampanyekan persatuan adalah halaqah. Halaqah bisa dimanfaatkan untuk membangun kesadaran bersama agar masyarakat memanfaatkan masjid sebagai rumah ibadah dan syiar agama dan menyebarkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Halaqah juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para takmir masjid khususnya dan masyarakat umumnya tentang pentingnya menjaga rumah ibadah dari hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Hal ini menjadi dasar dari pemberdayaan peran masjid sebagai wadah pemersatu umat dan bangsa. Dari masjid, harus diserukan Gerakan anti kekerasan dan radikalisme, mengkampanyekan hidup damai dan rukun demi terciptanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia karena tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah radikalisme yang berpuncak pada terorisme. Akibatnya, bangsa Indonesia dilanda multidimensi dan dekadensi (kemerosotan) moral.[12]
PROBLEMATIKA PENGELOLAAN MASJID
Masjid, sebagai sebuah instrumen dakwah dan pemberdayaan umat tentu tidak lepas dari berbagai problem yang akan berpengaruh terhadab visi, misi, dan tujuan masjid. Problematika masjid tersebut muncul seiring dengan perkembangan keagamaan masyarakat dan zaman yang terus maju. Problematika masjid ini menyangkut kegiatan, pengurus, maupun jamaah. Jika dibiarkan berlarut-larut tentu akan menghambat kemajuan masjid dan pada akhirnya masjid tidak ada bedanya dengan bangunan biasa.
Beberapa problematika masjid yang sering ditemui di masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Pengurus Masji yang Tertutup
Pengurus masjid biasanya dipilih secara demokratis oleh jamaah. Mereka dipilih karena dianggap mampu mengemban amanah yaitu melaksanakan tugas dengan baik dan membuat laporan pertanggungjawaban kerja secara berkala. Namun terkadang, ada saja pengurus yang tidak aktif melaksanakan tugas setelah dipilih. Kadang muncul pengurus yang bersifat keluarga sentris atau pengurus yang menerapkan kepemimpinan tertutup dalam hal program atau keuangan.
Pengurus dengan corak kepemimpinan tertutup biasanya tidak terlalu peduli terhadap aspirasi jamaah. Mereka menganggap diri mereka lebih tau dan bersikap masa bodoh atas usulan dan pendapat. Saran dan kritik tidak diserap dengan baik. Kritik tidak mereka anggap sebagai masukan yang kontruktif untuk perbaikan. Masjid sangat riskan jika pengurusnya seperti ini.
2. Jamaah Masjid yang Pasif
Jamaah pasif menjadi salah satu penghambat dalam kemajuan dan kemakmuran masjid. Pembangunan akan terhambat jika jamaahnya enggan turun tangan, keberatan mengeluarkan Sebagian kecil rezekinya untuk sumbangan, malas menghadiri kegiatan yang dilaksanakan pengurus masjid, dll. Dinamika sebuah masjid terjadi apabila jamaahnya aktif, peduli, mau berbagi, ringan Langkah, dan mau berderma. Salah satu contoh jaah pasif adalah tidak mendengarkan ketika khutbah Jum’at. Adakalanya mereka tertidur ketika khatib berkhutbah.
3. Berpihak pada Satu Golongan atau Paham
Pengurus masjid yang dalam melaksanakan tugas pembangunan atau kegiatan pelaksanaan ibadah memihak satu golongan atau paham saja akan mengakibatkan jamaah itu pasif. Menolah paham yang tidak sehaluan, disamping tidak memperlihatkan jiwa besar juga akan menjadikan kegiatan masjid kehilangan gairah. Ironis jika pengurus masjid sampai terjebak dalam fanatisme yang sangat kuat hingga perbedaan itu menjadi harga mati untuk menolak kerjasama.
Pengurus masjid harus berangkat dari pemahaman bahwa jamaahnya beragam. Perbedaan merupakan kenyataan yang potensial dan alami karena jamaah dating dari latar belakang yang beragam baik pendidikan, pengalaman, status sosial, pergaulan, suku, madzhab, dll. Pemihakan pengurus terhadap satu golongan lebih buruk daripada bertindak pasif karena akan mengakibatkan perpecahan. Itu sangat tidak cocok dengan masjid sebagai pemersatu umat.
4. Kurangnya Kegiatan Masjid
Pada masa sekarang, masjid hanya ramai minimal dua kali dalam seminggu yaitu pada hari Jum’at untuk kegiatan shalat Jum’at dan pengajian mingguan. Ada pula masjid yang hanya ramai sekali dalam seminggu yaitu ketika shalat Jum’at. Diluar jadwal itu, barangkali hanya beberapa orang tua dan pengurus masjid yang dating untuk shalat lima waktu atau beberapa musafir yang dating untuk shalat dan beristirahat. Jika dilihat, masjid seperti ini sangat jauh dari status maju apalagi Makmur. Masjid seperti ini harus mendapat suntikan program agar lebih fungsional.
5. Tempat Wudhu yang Kotor
Problem ini adalah yang pasling sering ditemui. Kurangnya pemeliharaan mengakibatkan masjid kotor dan rusak. Tempat wudhu dan WC kurang dirawat dan dibersihkan hingga menimbulkan bau yang menyengat. Banyak masjid yang mengabaikan kebersihan dua tempat tersebyt. Padahal, bau yang tidak sedap akan mengganggu orang-orang yang hendak beribadah di masjid. Citra masjid pun lama-lama akan menjadi negative. [13]
SOLUSI PROBLEMATIKA PENGELOLAAN MASJID[14]
1. Musyawarah
Dalam mengatasi problematika masjid, pengurus dan jamaaah perlu senantiasa melakukan musyawarah. Melalui musyawarah, diharapkan berbagai pemikiran dan pandangan dapat dikemukakan dalam rangka mencari alternatif pemecahan masalah terbaik. Pemikiran dan pandangan bersama akan lebih kuat dalam memecahkan masalah. Musyawarah tidak hanya diberlakukan untuk memecahkan masalah, tapi juga segala kegiatan masjid. Kegiatan masjid akan berjalan dengan baik dan lancer apabila dimusyawarahkan.
2. Keterbukaan
Keterbukaan akan menumbuhkan kepercayaan jamaah terhadap pengurus, melainkan juga akan mendorong terlaksananya kegiatan dengan baik dan hubungan kerjasama yang elok antara pengurus dan jamaah. Baik dalam melaksanakan berbagai kegiatan maupun dalam mengatasi berbagai problematika masjid.
Keterbukaan tidak akan terbuka jika pengurus bersifat tertutup. Oleh karena itu, pengurus masjid harus bersifat terbuka dan memiliki keterbukaan. Akhlak ini yang akan memberikan kekuatan untuk menggerakan jamaahnya. Jamaah pun akan merasa ikhlas menyumbangkan pemikiran, senang ikut berbagai kegiatan dan terlibat langsung dalam mengatasi problematika masjid.
3. Kerjasama
Hubungan dan kerjasama pengurus dan jamaah sangat diperlukan dalam mengatasi problematika masjid. Tanpa kerjasama, masalah tetap masalah. Syarat untuk memelihara keterbukaan adalah suasana demokratis atau musyawarah. Pengurus dan jamaah yang memiliki rasa tanggungjawab yang besar serta menyadari tanggung jawab mereka sebagai muslim.
STRUKTUR KEPENGURUSAH MASJID DAN URAIAN TUGAS[15]
Masjid sebagai sebuah lembaga keagamaan sudah barang tentu memiliki system kepengurusan yang jelas untuk memenej agar masjid memiliki fungsi dan tujuan yang baik. Kepengurusan ini sering disebut dengan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) atau dalam Peraturan Menteri Agama RI No 54 Tahun 2006 disebut Badan Kesejahteraan Masjid (BKM). BKM adalah lembaga resmi yang dibentuk oleh Departemen Agama untuk meningkatkan peranan dan fungsi masjid sebagai tempat ibadah dan sarana pembinaan umat Islam. BKM merupakan organisasi vertical yang terdiri dari BKN Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan. Struktur kepengurusan, fungsi, tugas, dan proses pengangkatan masing-masing BKM tersebut bisa dilihat di Peraturan Menteri Agama RI No 54 Tahun 2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Kesejahteraan Masjid.[16]
Secara umum, masjid di Indonesia memiliki struktur kepengurusan seperti contoh di bawah ini :
Dalam bagan diatas, ketua menjadi pemimpin masjid yang harus memiliki visi dan misi untuk memakmurkan masjid.
Selain bagan tersebut, ada pula tipe bagan lain yang dipimpin oleh beberapa ketua seperti Ketua I, Ketua II, dll. Adanya beberapa ketua dalam satu masjid ini tidak membuat tugas seorang ketua berkurang. Biasanya, masjid yang memiliki beberapa ketua memiliki tugas dan fungsi masing-masing yang berbeda satu sama lain. Seperti milsanya Ketua Umum bertugas mengurusi keseluruhan masjid, Ketua I bertugas mengurusi masalah sarana prasarana, Ketua II bertugas mengurusi peribadatan, dan lain-lain. Contoh bagan oraganisasi masjid yang memiliki lebih dari satu ketua adalah sebagai berikit :
Adapun tugas dari masing-masing kedudukan atau posisi adalah sebagai berikut :
1. Ketua
a. Memimpin dan mengendalikan para anggota pengurus dalam melaksanakan tugasnya, sehingga mereka tetap berada pada kedudukan atau fungsinya masing-masing
b. Mewakili organisasi ke luar dan ke dalam
c. Melaksanakan program dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku
d. Menandatangani surat-surat penting, termasuk surat atau nota pengeluaran uang/dana/harta kekayaan organisasi
e. Mengatasi segala permasalahan atas pelaksanaan tugas yang dijalankan oleh para pengurus
f. Mengevaluasi semua kegiatan yang dilaksanakan oleh para pengurus
g. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan seluruh tugas organisasi kepada jamaah
2. Wakil Ketua
a. Mewakili ketua apabila yang bersangkutan tidak hadir atau tidak ada di tempat
b. Membantu ketua dalam menjalankan tugasnya sehari-hari
c. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua
3. Sekretaris[17]
a. Melaksanakan tugas rutin
1) Membuka surat masuk untuk ketua
2) Menyusun atau membuatkan surat korespondensi
3) Menerima tamu dan bertamu mwakili ketua
4) Mengerjakan filing/berkas
5) Menyiapkan pembuatan laporan
b. Melaksanakan tugas identical berdasarkan intruksi ketua
1) Mempersiapkan rapat
2) Menyusun pidato untuk ketua
3) Menandatangani berkas penting bersama ketua
4) Mengurus masalah dinas ketua
5) Menyusun surat-surat yang bersifat rahasia
c. Melakukan tugas-tugas kreatif
1) Mengenmabngkan diri dengan mengikuti berbagai macam pelatihan, lokakarya, seminar, ataupun kursus-kursus maupun pendidikan yang menunjang pekerjaan
2) Mempelajari organisasi, peraturan kerja, product konwladge, dll
d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua
4. Wakil Sekretaris
1) Mewakili sekretaris apabila yang bersangkutan tidak hadir atau tidak ada di tempat
2) Membantu sekretaris dalam menjalankan tugasnya sehari-hari
3) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada sekretaris
5. Bendahara
a. Memanaj dan mengendalikan pelaksanaan Rencana Anggaran Belanja Masjid sesuai dengan ketentuan
b. Menerima, menyimpan, dan membukukan keuangan, barang, tagihan, dan surat-surat berharga
c. Mengeluarkan uang sesuai dengan keperluan dan kebutuhan berdasarkan persetujuan ketua
d. Menyimpan surat bukti penerimaan dan pengeluaran uang
e. Membuat laporan keuangan rutin atau pembangunan (bulanan, triwulan, tahunan) atau laporan khusus
f. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua
6. Wakil Bendahara
a. Mewakili bendahara apabila yang bersangkutan tidak hadir atau tidak ada di tempat
b. Membantu bendahara dalam menjalankan tugasnya sehari-hari
c. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada bendahara
7. Seksi Pendidikan dan Dakwah
a. Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan pendidikan dan dakwah meliputi :
1) Peringatan hari besar Islam, kegiatan masjelis ta’lim dan pengajian-pengajian
2) Jadwal imam dan khatib shalat Jum’at
3) Jadwal muadzin dan bilal Jum’at
4) Shalat Idul adha dan Idul Fitri
b. Mengkoordinir kegiatan shalat Jum’at :
1) Mengumumkan petugas khatib, imam, muadzin, dan bilal Jum’at
2) Mengumumkan kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya dengan unit kerja intern dan ekstern
3) Mengendalikan kegiatan remaja masjid, ibu-ibu, dan anak-anak
4) Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh ketua
5) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua
8. Seksi Pembangunan dan Pemeliharaan
a. Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan pembangunan dan pemeliharaan masjid yang meliputi :
1) Membuat program pembangunan masjid dan rehabilitasnya
2) Membuat rencana anggaran pembangunan dan gambar bangunannya
3) Melaksanakan kegiatan pembangunan/rehabilitasi sesuai dengan program
b. Mengatur kebersihan, keindahan, dan kenyamanan di dalam dan di luar masjid
c. Memelihara sarana-prasarana masjid
d. Mendata kerusakan sarana prasarana masjid dan mengusulkan perbaikan atau penggantinya
e. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh ketua
f. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua
9. Seksi Peralatan dan Perlengkapan
a. Merencanakan, mengatur, dan menyiapkan peralatan yang meliputi :
1) Menginventarisasi harta kekayaan masjid
2) Menyiapkan penggandaan peralatan untuk kelancaran kegiatan masjid
3) Mendata barang-barang yang rusak atau hilang dan Menyusun rencana pengadaannya atau penggantinya
4) Mengatur dan melengkapi sarana dan prasarana perpustakaan masjid
b. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan ketua
c. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua
10. Seksi Sosial dan Kemasyarakatan
a. Mrencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan sosial dan kemasyarakatan yang meliputi :
1) Santunan kepada yatim piatu, janda, jompo, dan orang terlantar
2) Khitanan masal, dll
b. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan ketua
c. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua
MANAJEMEN PERIBADATAN (IMARAH)[18]
Imarah adalah kegiatan memakmurkan masjid seperti peribadatan, pendidikan, kegiatan sosial dan peringatan hari besar Islam. Tugas pengurus bidang imarah meliputi :
1. Masalah pembinaan peribadatan
2. Pembinaan pendidikan formal (baik pendidikan agama maupun pendidikan umum)
3. Pendidikan luar sekolah
4. Majelis ta’lim
5. Pembinaan remaja
6. Pembinaan wanita
7. Perpustakaan
8. Taman kanak-kanak
9. Peringatan hari besar Islam
10. Peringatan hari besar nasional
11. Pembinaan ibadah sosial
Di lingkungan masjid yang kecil, bidang imarah bisa digabung dengan ri’ayah. Namun, bagi masjid yang luas tugas dan lingkungannya, bidang-bidang tersebut dapat diperluas. Imarah bisa dipecah menjadi bidang peribadatan, bidang pendidikan, bidang PHBI, dan bidang sosial. Dalam resume ini, imarah yang akan dibahas adalah bidang manajemen peribadatan saja.
Dalam manajemen atau pembinaan peribadatan, yang terpenting adalah shalat fardlu lima waktu, shalat Jum’at, imam, khatib, mu’adzin, dan jamaah. Sumber utama keberhasilan bidang peribadatan (imarah) adalah banyaknya pengunjung/jamaah masjid karena apalbila diperhatikan, akhir-akhir ini masjid dan mushala masih kurang dikunjungi masyarakat untuk shalat berjamaah. Kebanyakan masyarakat atau jamaah datang ke masjid hanya untuk shatal maghrib dan isya. Padahal, pelaksanaan shalat fardlu sebaiknya dilaksanakan secara berjamaah.
Pembinaan shalat fardlu lima waktu ini bisa dilakukan masjid kepada jamaah dengan cara :
1. Memperbaiki bacaan dan kaifiyat shalat imam.
2. Membagi-bagikan buku pedoman shalat praktis kepada jamaah.
3. Menulis bacaan-bacaan shalat di papan tulis, misalnya do’a iftitah, bacaan tahiyyat, dll.
4. Mengadakan pengajian singkat tentang agama dan syari’at dengan uraian yang menarik setelah ssalat masghrib dan subuh.
5. Panggilan shalat melalui pengeras suara.
Pengurus bidang imarah juga bisa melakukan pembinaan shalat Jum;at untuk memperbaiki dan mengajak masyarakat untuk shalat Jum’at seperti :
1. Pengadaan seksi shalat Jum’at
2. Penyiapan sarana shalat Jum’at
3. Pemberitahuan Khatib shalat Jum’at
4. Pengumuman mengenai keuangan atau lainnya sebelum atau sesudah shalat Jum’at
Selanjutnya untuk memperbaiki system peribadatan masjid, perlu juga kiranya untuk melakukan pembinaan mu’adzin atau bilal. Mu’dzin adalah orang yang melakukan adzan sebagai panggilan untuk melaksanakan shalat telah dimulai. Syarat menjadi mu’adzin sudah diatur oleh fiqh diantaranya tamyiz, hafal lafal adzan dan iqamah. Akan lebih bagus jika mu’adzin bersuara nyaring sehingga enak didengar. Namun, pada masa sekarang orang-orang telah banyak yang menggunakan spreaker sehingga seorang mu’adzin cukup memiliki suara yang enak didengar meskipun tidak keras. Untuk meningkatkan pembinaan bagi para mu’adzin perlu diadakan pelatihan atau lomba adzan yang bertujuan mencari mu’adzin yang baik.
MANAJEMEN ORGANISASI, KEUANGAN, DAN
ADMINISTRASI (IDARAH)
Idarah adalah kegiatan mengembangkan dan mengatur kerjasama dari banyak orang guna mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan idarah adalah agar masjid mampu mengembangkan kegiatan, makin dicintai jamaah, dan berhasil membina dakwah di lingkungannya.[19] Idarah masjid atau disebut juga manajemen masjid dibagi menjadi dua bidang :
1. Idarah Binail Maadiy (Phisical Management)
Idarah Binail Maadiy (Phisical Management) adalah manajemen fisik yang meliputi kepengurusan masjid, pengaturan pembangunan fisik masjid, penjagaan kehormatan, kebersihan, ketertiban, dan keindahan masjid (termasuk taman dan lingkungan masjid), pemeliharaan tata tertib dan ketentraman masjid, pengaturan keuangan dan administrasi masjid, pemeliharaan agar masjid tetap suci, terpandang, menarik, bermanfaat bagi kehidupan umat, dan sebagainya.[20]
2. Idarah Binail Ruhiy (Funcsional Management)
Idarah Binail Ruhiy (Funcsional Management) adalah pengaturan tentang pelaksanaan fungsi masjid sebagai wadah pembinaan umat, sebagai pusat pembangunan umat dan kebudayaan Islam seperti dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Idarah Binail Ruhiy meliputi pengentasan dan pendidikan akidah Islamiyah, pembinaan akhla karimah, penjelasan ajaran Islam secaea teratur menyangkut pembinaan ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat, melahirkan fikrul Islamiyah dan kebudayaan Islam, serta mempertinggi mutu keislaman dalam diri pribadi dan masyarakat. [21]
Tujuan Idarah Binail Ruhiy adalah :
a. Pembinaan pribadi kaum muslimin menjadi umat yang benar-benar mu’min.
b. Pembinaan manusia mu’min yang cinta ilmu pengetahuan dan bergairah kepada ilmu dan teknologi.
c. Pembinaan Muslimah masjid menjadi mar’atun shalihah.
d. Pembinaan pemuda atau remaja masjid menjadi pemuda seperti yang beriman kepada Allah Swt.
e. Pembinaan para sarjana muslim.
f. Pembinaan pandangan hidup muslim yang berwatak pengkaji.
g. Membina umat yang giat bekerja, rajin, disiplin, mempunyai sifat sabar, jihad dan takwa.
h. Membangun masyarakat yang memiliki sifat kasih saying, masyarakat marhamah, masyarakat bertakwa, dan masyarakat yang memupuk rasa persamaan.
i. Membina masyarakat supaya tahu dan melaksanakan kewajiban, memiliki sifat rela berkorban baik tenaga maupun pikiran untuk membangun kehidupan yang diridhai Allah Swt.[22]
Termasuk dalam proses idarah adalah adanya perencanaan (termasuk di dalamnya perencanaan mengenai kepemimpinan masjid baik secara objektif kepengurusan maupun subjektif orang-orang yang dicalonkan), pengorganisasian (termasuk di dalamnya besar kecilnya struktur pengurus, pembagian tugas, masa jabatan, dan lain sebagainya), pengadminitrasian (termasuk di dalamnya catatan kegiatan, dokumentasi kegiatan, surat menyurat, jurnal masjid, administrasi jamaah, khatib, imam, pengurus, ), perlatan (termasuk di dalamnya inventaris peralatan yang tersedia, yang dibutuhkan), keuangan (termasuk di dalamnya administrasi keuangan, honorarium khatib, imam, guru agama, dan lainnya, pengumuman keuangan, anggaran dana dan belanja masjid, rekening masjid), dan pengawasan (hal ini termasuk fungsi idarah yang paling penting. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh pengawas khusus atau pimpinan).[23]
MANAJEMEN SARANA PRASARANA (RIAYAH)[24]
Riayah adalah pemeliharaan masjid dari segi bangunan, keindahan dan kebersihan. Tujuannya adalah dengan adanya bidang riayah, diharapkan masjid sebagai baitullah yang suci dan mulia akan Nampak bersih, cerah, dan indah. Sehingga dapat memberikan daya Tarik, rasa nyaman, dan rasa menyenangkan bagi siapa saja yang memandang, memasuki, dan beribadah di dalamnya. Pemeliharaan bangunan masjid meliputi bentuk bangunan/arsitektur, pemeliharaan dari kerusakan, dan kebersihan.
1. Arsitektur
Seperti yang telah dibahas di materi kedua mengenai masjid dari masa ke masa, bangunan masjid memiliki banyak perubahan terutama karena adanya akulturasi dengan budaya setempat. Selain itu, seni mengembangkan bangunan masjid dipengaruhi oleh ilmu dan teknologi yang berkembang. Kebanyakan masjid yang ada di Indonesia sekarang didesain dengan pola seperti yang disebutkan di bawah ini :
a. Ruang utama. Digunakan untuk kegiatan ibadah shalat serta kegiatan-kegiatan di bulan Ramadhan.
b. Ruang Wudhu
c. Ruang Pelayanan. Dalam istilah lain seperti Gudang untuk alat-alat kebersihan.
d. Ruang Penunjang. Ruangan ini bisa berupa aula, ruangan oengurus masjid (DKM), ruang madrasah, dan lain sebagainya.
2. Pemeliharaan Peralatan dan Fasilitas Masjid
Peralatan dan fasilitas masjid merupakan sarana prasarana yang digunakan untuk menunjang fungsi masjid baik sebagai tempat ibadah maupun untuk memancarkan syiar agama Islam. Pemeliharaan yang dilakukan bisa berupa penggantian dengan barang yang baru, service, atau penjagaan barang yang ada.
Beberapa sarana prasarana masjid yang umumnya ditemukan adalah tikar sembahyang, peralatan elektronik (pengeras suara, tape recorder, radio, kaset, ampli), lemari perpustakaan, rak sepatu/sandal, papan pengumuman, bedug, dan alin sebagainya.
3. Pemeliharaan Halaman dan Lingkungan
Upaya yang dilakukan untuk memelihara halaman dan lingkungan adalah menjaga kebersihan dengan cara penyediaan sanitasi, daur ulang sampah, pemagaran halaman, penyediaan tempat parkir, penghijauan dengan pembuatan taman masjid, dan lain sebagainya.
4. Penentuan Arah Kiblat
Orientasi masjid pasti mengarah ke kiblat. Namun, dalam beberapa kali dalam setahu, arah kiblat masjid perlu diukur Kembali supaya menghadap lurus kea rah kiblat. Dalam ilmu falaq, ada istilah ru’yatul kiblat yaitu waktu dimana matahari tepat berada di atas ka’bah. Pada waktu itu, kita dianjurkan untuk mengukur Kembali arah kiblat masjid supaya benar-benar menghadap ka’bah. Biasanya, pengukuran ini menggunakan alat-alat sederhana seperti tongkat dan jam.
PERAN DAN FUNGSI IMAM DAN KHATIB / PENCERAMAH
A. Imam
Dalam kajian fiqh, imam adalah seseorang yang diangkat untuk memimpin pelaksanaan shalat berjamaah. Sedangkan orang yang mengikuti imam disebut makmum. Berdasarkan pengertian ini, jika ada dua orang lebih hendak melaksanakan shalat maka dianjurkan untuk mengangkat salah satunya untuk menjadi imam. Dasar hukum imam shalat ada pada surat An Nisa ayat 102 yang artinya : “dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat mereka…”. Dasar hukum menjadi imam shalat juga tertera pada hadits nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Muslim dan Imam Bukhari yang artinya : “apabila kalian bertiga, maka hendaklah salah seorang bertindak sebagai imam. Adapun yang lebih patut menjadi imam adalah yang lebih baik bacaannya (Alquran)”.[25]
Syarat-syarat menjadi imam adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui syarat, ruku, dan hal-hal yang membatalkan shalat.
2. Mengetahui tata cara shalat berjamaah.
3. Memiliki kemampuan membaca Alquran dengan baik.
4. Mengetahui dan menyadari bahwa imam adalah penanggung jawab
5. Termasuk dalam figure yang patut menjadi imam yaitu yang paling fasih membaca Alquran, yang paling menguasai As Sunah, yang paling tua, tuan rumah, yang disukai jamaah, atau yang paling lama memeluk agama Islam.[26]
Imam berhak mendapat fasilitas dan sarana yang dibutuhkan. Hal tersebut tentu dipenuhi oleh pengurus masjid seperti perlengkapan sarana ibadah, buku-buku agama Islam dan umum, honorarium dan jaminan sosial.[27]
B. Khatib[28]
Khatib adalah orang yang menyampaikan khutbah pada saat sebelum pelaksanaan shalat Jum’at atau shalat Ied. Sedangkan khutbah adalah ucapan atau pidato. Secara istilah khutbah adalah pidato yang diucapkan oleh khatib di depan jamaah shalat Jum’at atau Ied dengan syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu. Khutbah berisi mauidoh hasanah meliputi keimanan, ibadah, pendidikan, muamalah, ijtimaiyah atau lainnya agatr para jamaah dapat memperteguh keimanan dan meningkatkan kualitas ketaqwaan keapda Allah Swt.
Dasar hukum adanya khatib adalah hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya : “sesungguhnya Nabi Muhammad Saw berkhutbah dua kali dan duduk diantara keduanya. Dan beliau berkhutbah sambal berdiri”. selain hadits diatas, masih banyak dalil yang menunjukan keharusan melaksanakan khutbah. Khutbah menjadi salah satu syarat sahnya shalat Jum’at dan shalat Ied. Jika kita kaitkan dalil tersebut dengan kaidah fiqh yang berbunyi “ma lal yatimnul wajib illa bihi fahuwa wajib” yang artinya segenap prasyarat kesempurnaan suatu kewajiban hukumnya wajib, maka hukum adanya khatib adalah wajib karena khutbah merupakan syarat sahnya shalat Jum’at dan Ied.
Syarat menjadi khatib adalah sebagai berikut :
1. Orang yang benar-benar mengetahui akidah Islamiyah dan hukum-hukum fiqh. Alasannya, suapaya tidak merusak ibadah dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan fiqh yang diajukan oleh pendengar.
2. Orang yang fasih bacaannya dalam membaca Alquran.
3. Orang yang shaleh, taqwa, bersih budai pekertinya dan tidak mengerjakan kemaksiatan.
4. Orang yang umurnya cukup, dipandang terhormat, dihormati dan disegani.
5. Orang yang kuat kemauannya mempelajari agama dan syariatnya.
C. Peran Imam dan Khatib
Imam dan khatib adalah orang-orang yang berada di garis terdepan dalam kegiatan dakwah dan ibadah di lingkungan masyarakat sebagai tokoh agama. Tokoh agama yang ideal adalah tokoh agama yang mampu memimpin dan penduli terhadap dinamika kehidupan keagamaan dan kehidupan sosial masyarakatnya. Tokoh agama yang mau melaksanakan pembangunan keumatan adalah pemimpin yang mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu mau menegakkan yang baik dan mau mencegah kemungkaran. Keberadaan para Imam dan Khatib di tengah-tengah kehidupan masyarakat merupakan ujung tombak pembangunan keumatan. Keberadaan mereka merupakan garda terdepan dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Oleh sebab itu, peran mereka sangat penting. Pemerintah daerah harus mendukung dan mengoptimalkan peran dan fungsi mereka dalam pembangunan umat. Dalam upaya melaksanakan pembangunan, hendaknya mereka dilibatkan dan didukung secara optimal agar peran dan fungsi keagamaan dan sosiallnya dapat berjalan optimal bagi masyarakat.[29]
PERAN DAN FUNGSI REMAJA MASJID
A. Pengertian Remaja Masjid[30]
Remaja masjid ialah remaja yang mencurahkan pengetahuannya pada masjid, ajaran Islam, pengalaman dan penyebarannya di tengah-tengah mereka dan ikut menjamin kestabilan nasional dan harus mampu tampil sebagai unsur pemuda yang dapat memikul tanggung jawab bangsa dan negara. Remaja Masjid berkewajiban untuk saling tolong menolong dalam hal kebajikan.
Remaja masjid adalah organisasi yang menghimpun remaja muslim yang aktif datang dan beribadah shalat berjama’ah di masjid. Dikarenakan keterikatannya dengan masjid, maka peran utama mereka tidak lain adalah memakmurkan masjid. Dalam melaksanakan peranannya, remaja masjid meletakkan prioritas pada kegiatan-kegiatan peningkatan keislaman, keilmuan dan keterampilan anggotanya.
Menurut C.S. T. Kansil Dalam Bukunya berjudul “Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”, mengatakan :
Remaja masjid merupakan suatu wadah bagi remaja Islam yang cukup efektif dan efisien untuk melaksanakan aktivitas pendidikan Islam. Remaja-remaja berkepribadian muslim ini dapat melanjutkan harapan bangsa menuju cita-cita yang luhur dan berbudi pekerti yang baik sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, adalah untuk mensejahterakan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
B. Kegiatan[31]
Beberapa kegiatan yang biasanya menjadi program remaja masjid adalah :
1. Mengadakan kegiatan peribadatan di masjid.
2. Mengadakan pendidikan (belajar membaca Alquran, belajar fiqh, dll) dan pembinaan kepada anggota.
3. Mengadakan diskusi kelompok.
4. Mengikuti kegiatan sosial di masyarakat seperti gotong royong.
5. Dan lain-lain
C. Peran[32]
Remaja Masjid atau dengan sebutan lain telah menjadi wada lembaga kegiatan yang dilakukan para remaja muslim di lingkungan masjid. Di kota-kota maupun di desa-desa, dapat dijumpai dengan mudah. Organisasi Remaja Masjid juga telah menjadi suatu fenomena bagi kegairahan para remaja muslim dalam mengkaji dan mendakwahkan Islam di Indonesia. Masyarakat juga sudah semakin lebih bisa menerima kehadiran mereka dalam memakmurkan masjid.
1. Peran Pendidikan
Remaja mesjid memegang peranan dalam penyebaran budaya Islam .Melalui remaja mesjid secara bertahap kita dapat menanamkan nilai – nilai keimanan dasar, sehingga dapat membentengi generasi Islam dalam pergaulannya. Sekarang ini seakan tidak ada batas dalam pergaulan para pemuda. Oleh karena itu, dengan adanya remaja mesjid ini kita bisa mengontrol dan mencegah pergaulan bebas yang setiap saat memintai generasi muda.
2. Pembentukan Jati Diri
Melalui pembinaan remaja masjid, kita bisa mengarahkan generasi muda Islam untuk mengenal jati diri mereka sebagai muslim. Jika mereka sudah mengenal jati diri nya maka mereka tidak akan terombang ambing dalam menentukan jalan hidup mereka.
3. Pengembangan Potensi
Melalui remaja mesjid kita bisa memotivasi dan membantu generasi muda Islam untuk menggali potensinya mereka serta memotivasi mereka dengan mengadakan kegiatan kegiatan untuk menampilkan kreatifitas mereka.
4. Peran Sosial Kemasyarakatan
Seperti ikut gotong royong kebersihan, membantu kegiatan masyarakat dan menjaga keamanan.[33]
5. Peran Administratif
Dalam hal ini, peran administrative yang dimaksud adalah mengikuti pelatihan, mengadakan pembinaan kepada anggota,[34]
6. Peran Keagamaan
Peran keagamaan remaja masjid berupa memakmurkan masjid, mengadakan pengajian remaja, mengadakan kegiatan peringatan hari besar Islam, kebersihan dan Kesehatan, bahkan mengadakan pesantren kilat bulan Ramadhan.[35]
SDM PENGELOLA MASJID DAN PELIBATAN JAMAAH
Strategi pengelolaan masjid adalah suatu usaha optimalisasi terhadapa peran dan fungsi masjid agar kehadirannya dapat dirasakan manfaatnya bagi jamaah pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Upaya-upaya tersebut tentu harus dilakukan secara berkala dan berlanjut dengan mempertimbangkan aspek etika dan nilai-nilai syairiah yang bersifat ritual. Startegi pengelolaan masjid yang baik adalah yang berbasis jamaah. Hal ini dikarenakan akan berdampak pada peningkatan pelayanan masjid terhadap jamaahnya dan sudah barang tentu jamaahnya akan tertarik untuk berpartisipasi memakmurkan masjid bersama-sama. System pengelolaan masjid berbasis jamaah ini bisa dengan menggunakan system pengabdian. System ini dapat memberikan jamaah dan pengelola keleluasaan untuk mengembangkan masjid namun tetap berada pada jalur yang baik dan tujuan yang sama.[36]
Penting bagi pengurus masjid untuk melibatkan semua komponen jamaah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Hal ini dikarenakan untuk mewujudkan fungsi masjid sebagaimana mestinya, pengurus masjid tidak bisa melakukannya sendiri. Pelibatan jaah diperlukan agar mnumbuhkan rasa memiliki mereka terhadap masjid sehingga pada akhirnya mereka mau turut bertanggungjawab terhadap kemakmuran masjid. Bahkan jika ada permasalahan, mereka para jamaah siap menjadi bagian untuk mengatasinya.[37]
Fakta di lapangan menunjukan bahwa sangat sedikit jamaah yang terlibat dalam meningkatkan kemakmuran masjid. Orang-orang yang memiliki kesadaran untuk memakmurkan masjid pada akhirnya hanya menjadi jamaah pasif. Hal tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran pengurus terhadap pentingnya pelibatan jamaah terhadap kemakmuran masjid. Jika hal tersebut terus berlangsung, pada akhirnya masjid akan kehilangan perannya dalam masyarakat.
SUMBER RESUME
ARSIP
1. Peraturan Mesnteri Agama Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2006
2. Lampiran PMA No. 42 Tahun 2016 tentang Ortaker Kemenag Pusat
3. Peraturan Menteri Agama RI No 54 Tahun 2006 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Kesejahteraan Masjid
BUKU
1. Judul Buku : Sejarah Arsitektur Islam, Sebuah Tinjauan
Penulis : Drs. Abdul Rochym
Halaman :169 Halaman
Penerbit : Angkasa, Bandung
Tahun Terbit : 1983
Cetakan : Kesatu
2. Judul Buku : Manajeman Masjid, Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus
Penulis : Muhammad E. Ayub
Penyunting : Dody Mardanus
Halaman : 224 Halaman
Penerbit : Gema Insani Press, Jakarta
Tahun Terbit : 1996
Cetakan : Kesatu
3. Judul Buku : Himpunan Peraturan Bidang Kemasjidan
Penulis : -
Penyunting : -
Halaman : 127 Halaman
Penerbit : Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta
Tahun Terbit : 2015
Cetakan : -
4. Judul Buku : Kamus Ilmiah Populer
Penulis : Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry
Penyunting : -
Halaman : 792 Halaman
Penerbit : Arkola, Surabaya
Tahun Terbit : 2001
5. Judul Buku : Pedoman Pembinaan Kemasjidan
Penulis : -
Penyunting : -
Halaman : 136 Halaman
Penerbit : Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Departemen Agama
Tahun Terbit : 2007
6. Judul Buku : Menuju Sosok Ideal Pegangan Imam Masjid
Penulis : -
Penyunting : -
Halaman : 71 Halaman
Penerbit : Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta
Tahun Terbit : 2009
SKRIPSI
1. Judul Skripsi : Tugas-tugasSekretaris dalam Membantu Kerja Pimpinan
Penulis : Noveenarti Dwi Wijoseno
Halaman :
Penerbit : Program Studi Sekretari Diploma III Jurusan Pendidikan Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta
Tahun Terbit : 2013
JURNAL
1. Nama Jurnal : Musãwa
Judul : Bangunan Masjid Pada Masa Nabi dan Implikasinya Terhadap Jamaah Perempuan
Penulis : M. Syafi’
Volume : 10
Nomor : 1
Tahun Terbit : Januari 2011
2. Nama Jurnal : Khatulistiwa – Journal of Islamic Studies
Judul : Masjid dalam Lintasan Sejarah Umat Islam
Penulis : Syamsul Kurniawan
Volume : 4
Nomor : 2
Tahun Terbit : September 2004
3. Nama Jurnal : Dakwah
Judul : Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Ummayah
Penulis : Syamsul Kurniawan
Volume : 13
Nomor : 2
Tahun Terbit : 2012
4. Nama Jurnal : Al Balagh
Judul : Peran Masjid dalam Mempersatukan Umat
Penulis : Syamsul Kurniawan
Volume : 3
Nomor : 1
Tahun Terbit : 2018
5. Nama Jurnal : Nuansa
Judul : Peranan Tokoh Agama dalam Kehidupan Keberagamaan Masyarakat Pedesaan (Studi Atas Peran Bilal, Imam, Khatib, Gharim, dan Ketua Adat)
Penulis : Rohimin Alwi
Volume : 5
Nomor : 2
Tahun : 2015
6. Nama Jurnal : JSA
Judul : Peran Sosial Keagamaan Remaja Masjid di Kelurahan Pipa Reja Kcamatan Kemuning Palembang
Penulis : Zulmaron, M. Noupal dan Sri Aliyah
Volume : 1
Nomor : 1
Tahun : 2017
7. Nama Jurnal : Masyarakat Madani
Judul : Pemberdayaan Remaja Berbasis Masjid (Studi Terhadap Remaja Masjid di Labuh Baru Barat)
Penulis : Aslati, Silawati, Sehani, Nuryanti
Volume : 3
Nomor : 2
Tahun : 2018
INTERNET
1. https://www.republika.co.id/berita/islampedia/ilmuwan/19/02/01/pls12h313-konsep-r umah-sakit-pertama-dalam-peradaban-islam
3. https://republika.co.id/berita/noywh5/inilah-10-negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-di-dunia
4. https://mediaindonesia.com/read/detail/152438-masjid-harus-jadi-pemersatu-umat%C2%A0
6. http://dmi.or.id/pelibatan-jamaah-masjid/
7. https://www.proceedings.undip.ac.id/index.php/semnasppm2019/article/download/225/292
[1]Angga Indrawan, Inilah 10 Negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia, diakses dari https://republika.co.id/berita/noywh5/inilah-10-negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-di-dunia pada tanggal 6 November 2020 pukul 21.40 WIB.
[2]Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kmus Ilmiyah Populer (Surabaya : Penerbit Arkola, 2001), hlm. 662.
[3]Anonim, Himpunan Peraturan Bidang Kemasjidan (Jakarta : Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015), hlm. 113-120.
[4]Ibid., hlm. 97-98.
[5]Ibid., hlm. 95-96.
[6]Peraturan Mesnteri Agama Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2006.
[7]Anonim, Himpunan, hlm. 41-90.
[8]Ibid., hlm. 123-124.
[9]Syakirin, “Peran Masjid dalam Mempersatukan Umat”, Jurnal Al Balagh, Vol. 3, No. 1, 2018, hlm. 132-133.
[10]Dero Iqbal Mahendra, Masjid Harus Jadi Pemersatu Umat, diakses dari https://mediaindonesia.com/read/detail/152438-masjid-harus-jadi-pemersatu-umat%C2%A0 tanggal 6 November 2020 pukul 23.33 WIB.
[11]Syakirin, “Peran Masjid”, hlm. 129.
[12]Fernan Rahadi, Hlaqah Sarana Kampanyekan Masjid Pemersatu Umar, diakses dari https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/03/23/p60vk5291-halaqah-sarana-kampanyekan-masjid-sebagai-pemersatu-umat tanggal 6 November 2020 pukul 23.44 WIB.
[13]Muhammad E. Ayub, Manajemen Masjid : Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hlm. 21-23.
[14]Ibid., hlm. 23-25.
[15]Ayub, Manajemen Masjid, hlm. 45-49.
[16]Peraturan Menteri Agama RI No 54 Tahun 2006 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Kesejahteraan Masjid, hlm. 2. Diakses dari itjen.kemenag.go.id pada tanggal 21 Januari 2021 pukul 8.57 WIB.
[17]Noveenarti Dwi Wijoseno, “Tugas-tugasSekretaris dalam Membantu Kerja Pimpinan” (Yogyakarta : Program Studi Sekretari Diploma III Jurusan Pendidikan Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2013), hlm. 22-24.
[18]Pedoman Pembinaan Kemasjidan (Jakarta : Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Departemen Agama, 2007), hlm. 2-26.
[19]Pedoman Pembinaan Kemasjidan, hlm. 3
[20] Ayub, Manajemen Masjid, hlm. 33-35..
[21]Ibid
[22]Ibid
[23]Pedoman Pembinaan Kemasjidan, hlm. 3-18.
[24]Ibid, hlm. 49-58.
[25]Menuju Sosok Ideal Pegangan Imam Masjid (Jakarta : Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), hlm. 5-8.
[26]Ibid
[27]Ayub, Manajemen Masjid, hlm. 107-108.
[28]Menuju Sosok Ideal, hlm. 55-58.
[29]Rohimin Alwi, “Peranan Tokoh Agama dalam Kehidupan Keberagamaan Masyarakat Pedesaan (Studi Atas Peran Bilal, Imam, Khatib, Gharim, dan Ketua Adat), Jurnal Nuansa, Vol. 5, No. 2, 2015.
[30]Zulmaron, M. Noupal dan Sri Aliyah, “Peran Sosial Keagamaan Remaja Masjid di Kelurahan Pipa Reja Kcamatan Kemuning Palembang, Jurnal JSA, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 41-42.
[31]Ibid., hlm. 46.
[32]Aslati, dkk., “Pemberdayaan Remaja Berbasis Masjid (Studi Terhadap Remaja Masjid di Labuh Baru Barat), Jurnal Masyarakat Madani, Vol. 3 No. 2, 2018, hlm. 5-6.
[33]Zulmaron, Peran Sosial Keagamaan, hlm. 48.
[34]Ibid
[35]Ibid., hlm. 49.
[36]Diakses dari https://www.proceedings.undip.ac.id/index.php/semnasppm2019/article/download/225/292 pada tanggal 24 Januari 20201 pukul 17.00 WIB.
[37]Diakses dari http://dmi.or.id/pelibatan-jamaah-masjid/ pada tanggal 24 Januari 2021 pukul 16.54 WIB.

0 Komentar