Al
barzanji, sebuah kitab karya Syekh Ja’far Al Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim yang sangat luar
biasa. Di dalamnya mengandung banyak pengetahuan tentang kenabian dan syair-syair kepada Nabi Muhammad yang di rangkum dalam
karya sastra luar biasa. Karya tersebut awalnya berjudul ‘Iqd al Jawahir tetapi kemudian lebih terkenal
dengan nama penulisnya
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi masyarakat atau
ormas Islam terbesar di Indonesia yang mengunggulakan ke tradisionalannya menjadikan
barzanji sebagai sebuah tradisi pemersatu sebagaimana tahlil dan manaqib.
Banyak pesantren NU yang mengadakan marhabanan atau pembacaan barzanji pada
setiap malam jum'at selepas tahlil dan sholat jama'ah Isya. Salah satunya Pesantren Dar Al Tauhid di
Arjawinangun Cirebon.
Pembacaan
al barzanji di Pesantren Dar Al Tauhid ini sudah berlangsung sejak lama bahkan mungkin sejak awal
didirikan. Karena pendiri
pesantren ini yaitu KH. Abdullah Syathori adalah murid langsung dari Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Ini
adalah tradisi yang mengakar kuat. Sayangnya, ketradisian pembacaan barzanji
ini tidak diseimbangkan dengan pengetahuan tentang isi dari barzanji tersebut.
Dewasa ini, banyak santri yang tidak tahu
makna dari tiap kalimat di dalam barzanji. Ini berarti secara tidak langsung
dalam beberapa dekade ini Barzanji tidak berperan sebagai sumber awal sejarah Islam
bagi santri Dar Al Tauhid. Padahal Barzanji adalah kitab yang
paling awal dan sering mereka baca daripada kitab lain yang hanya dibaca di
madrasah.
Banyak
santri yang mengatakan bahwa pengetahuan awal tentang sejarah Islam mereka
dapatkan dari kitab di madrasah seperti khulashoh
nurul yaqin. Mereka juga mengatakan bahwa mereka mengerti sekilas mengenai
isi Barzanji setelah bertahun-tahun mempelajari nahwu shorof.
Nurkholish
majid, seorang ustadz dan santri senior di pesantren ini menyatakan bahwa dulu
pernah ada kajian tentang kitab Barzanji ini. Itupun sudah bertahun-tahun lalu.
Dia mengatakan bahwa tidak dijadikannya kitab Barzanji sebagai bahan kajian
dikarenakan pergeseran kitab dan penerapan kirikulum baru. Sangat disayangkan.
Sebuah tradisi yang sangat mengakar kuat, bukan hanya di Pesantren Dar Al Tauhid tapi
juga NU secara umum hanya cukup sebagai tradisi saja, buka alat pengetahuan dan
pembelajaran.

0 Komentar