CATATAN AKHIR TAHUN : UNTUK SEORANG SAHABAT




Desember, 28. 2013

Matahari menyorotkan sinar teriknya diatas ubun-ubunku. Kenalpot kendaraan tak henti-hentinya mengeluarkan gas hitam pekat yang bau. Aku, Zi, Re, So, Kol berdiri di samping jalan menuju kedamaian yang memecah keramaian. Kami berdiri tegak menanti pahlawan besar datang. Mobil-mobil besar yang menampung kami untuk pulang.

15 menit berlalu dan beratus mobil telah melewati kami tanpa permisi. Belum ada driver baik yang rela kami tumpangi. Aku dan zi terduduk menyerah pada matahari. Dalam kediamana, ada raksasa hijau tak berbadan datang pada kami. Za berbincang dengan pemimpin raksasa itu dan kami boleh menumpang. Menumpang pada raksasa yang ternyata jahat itu.

Perjalanan dimulai dan kami terduduk. Dalam canda kami -sebenernya hanya Zi- mengucapkan selamat jalan pada Man. Sahabat kami, yang sebenarnya berarti selamat tinggal, yang sedang duduk dalam kereta kecil yang bagus. Lebih bagus dari raksasaku, kurasa.

Dalam perjalanan, tak hentinya tawa keluar dari mulut kami. Zi memang raja komedi. Dalam tawa, Zi memintaku untuk memotretnya. Seperti potret-potret terakhir perjalanannya.

Raksasa mengaum tanda lapar dan sang raja memberi air lewat selang yang terjulur pendek. Kol turun kemudian, melanjutkan pada jalan lain. Tinggallah aku, Zi, Re, dan So yang diam. Raksasa mengaum lagi dan aku tak mengerti kini. So dan Re diam. Zi juga diam. Seperti pertanda dia lelah berkomedi.

Raksasa berhenti dalam kuasa rajanya. Tumoanganku selesai. Aku mengajak So, Re, dan Zi turun. Zi hanya diam. Dia akan turun, fikirku. Aku menengok kembali dan hanya ada sandal bututnya tergeletak. Dia telah turun.

Aku turun dan dia sedang tertidur pulas di bawah. Re dan So membangunkannya tapi dia terlalu lelap. Wajahnya indah yang aku tak sangka. Orang-orang berdatangan dan aku hanya diam. Biarkan! Jeritku tanpa suara. Aku menengok raksasa itu dan dia hanya tersenyum sinis. Jahat!
Apa raksasa itu marah pada kami atau masih lapar? Aku tak begitu tahu.

Zi dibawa dan aku berontak. "Kasian Zi! Dia lelah! Jangan bangunkan dia!". Aku berteriak dalam cengkraman orang-orang berpakaian jenderal. Aku menengok lagi pada raksasa dan dia masih tersenyum sinis. Sumpah aku benci! Raksasa jahat!

Aku, Re, dan So dimasukan dalam sebuah mobil dan dibawa ke kantor hukum. Aku bingung. Kenapa harus dibawa? Kami juga ingin tidur jika boleh. Tapi mereka tidak mengizinkan! Para pemakai pakaian jenderal mengajakku berbicara 10 jam lebih. Mungkin mereka tak ingin aku tidur. Padahal aku sangat mengantuk dan berharap ada tempat tidur di samping Zi.

Aku dijemput 1 jam sebelum tanggal berganti. Dibawa ke rumah Zi yang dulu. Aku mencari Zi. "Dimana Zi?", tanyaku pada orang-orang.
Re dan So hanya diam tertunduk.
"Zi sudah pindah rumah", ujar seorang wanita yang mengaku ibunya.
"Dia belum pulang?", tanyaku.
"Sudah. Dia sudah pulang lebih dulu!", jawab wanita itu lagi.
"Oh, bisakah aku main ke rumahnya besok? Aku ingin bertemu!", ucapku.
"Ya!", dan aku pun tertidur menunggu esok untuk bertemu dia. Untuk bertanya pada Zi apa aku boleh benci raksasa tak berbadan itu atau tidak.

Untuk, SF


0 Komentar